Dorongan
untuk menulis bisa datang dari siapa dan
kapan saja. Termasuk kali ini. Sekarang jam 23:30 WIB, dan saya terdorong
menulis dikarenakan membaca beberapa twit dari salah seorang teman. Ini salah satunya
yang sukses membuat saya diam, mencerna, membayangkan, dan flashback ke beberapa tahun yang lalu,
“Kamu bisa melupakan rasanya begitu
dicintai seseorang. Tapi kamu tidak akan pernah lupa kalau kamu pernah begitu
mencintai seseorang. J” - @eljez, 2012
Begitu baca twit itu,
langsung ada dua nama dan dua wajah di kepala saya. Yah, dua wajah pria yang
pastinya dulu pernah saya cintai di masanya masing-masing. Malam ini saya mau
mencoba menuangkan apa yang saya pikirkan dan rasakan. Yah, mungkin ini salah satu
bagian dari sesi melakukan terapi pada diri sendiri. Hehe.
Pria pertama, atau bisa
diberi inisial Z (bosen dari A, sekali2 dari belakang), mungkin bisa dibilang
cinta pertama saya, walaupun bukan pacar pertama yah. Rasanya dicintai oleh Z
itu, sangat berbunga-bunga. Karena Z adalah orang yang cukup ekspresif dan
melankolis, maka ± 2,5 tahun waktu pacaran kami benar-benar dipenuhi oleh
kata-kata indah, manis, saling menyampaikan puisi, dan berbagai ekspresi cinta
lainnya. Itu nggak terlalu penting sih. Yang penting di tulisan kali ini adalah
bagaimana rasanya mencintai seorang Z.
Jujur, jika saya diminta
menjelaskan bagaimana rasanya mencintai Z, mungkin hampir nggak bisa diekspresikan
ke dalam kata-kata. But, let me try..
Saya cinta Z. Z adalah pria pertama yang pernah saya berikan kata-kata “Aku
cinta kamu”. Oh, fyi, di kamus hidup saya, “cinta”adalah level tertinggi dalam
sebuah ungkapan hati. Jadi kalau dengan pacar-pacar yang lain mungkin nggak
sampai level “cinta”, tapi baru “sayang”. Kayy,
back to the topic. Yah, seingat saya dulu saya cinta banget sama Z. Bahkan
saya sempat percaya bahwa Z adalah dunia bagi saya. Rasanya saya bisa
membayangkan masa depan saya dengan Z pada saat itu. Dan, saya pun juga cinta
dengan keluarganya – bapak, ibu, dan mbak2nya. Sampai sekarang pun saya masih
menganggap mereka orang yang penting dalam kehidupan saya. Dan, saya masih
ingat dengan jelas, bagaimana rasanya mencintai Z. rasanya begitu meluap-luap. Sepertinya
rasa-rasa kecil di hati saya berebut untuk keluar. Yah, mungkin semacam ibu-ibu
yang rebutan pas lagi ada pembagian sembako.
Lanjut. Pria kedua yang
terlintas di kepala saya adalah X. Sedikit latar belakang, semua yang terjadi
antara saya dan X adalah kejadian yang natural dan spontan. Dulu kami teman
se-angkatan di fakultas, tapi sebenarnya kami nggak pernah main bareng. Cuma kenal
biasa aja. Tapi yang lucu, kedekatan kami diawali saat suatu hari kami secara kebetulan
lagi sama-sama nongkrong di ruang senat fakultas. Nggak ada yang spesial sih, cuma
ngobrol dan bercanda2 antar teman. Ternyata obrolan itu yang membuka pintu chemistry kami masing-masing. Entah kenapa,
rasanya seperti sudah akrab sejak lama. Rasanya dicintai oleh X itu nyaman. Ya,
X adalah sosok pria yang genuine –
apa adanya, tulus, nggak romantis, tapi sangat care dan peduli dengan saya. Dia bisa dengan tepat mengetahui
bagaimana kondisi dan perasaan saya, tanpa saya mengatakan apa-apa. Walaupun dengan
masa pacaran kami yang sangat singkat, ± 1 bulan saja, tapi ternyata kualitas
hubungan kami cukup dalam di hati saya.
Rasanya mencintai X itu
nyaman, natural, spontan, dan jujur. Di depan X lah saya bisa dengan leluasa
menyampaikan apa yang saya rasakan. Ketika saya mencintai X, saya bisa jujur
dengan diri saya dan dirinya mengenai apa yang saya rasakan. Dan saya, yang
notabene agak ‘gila’ soal perencanaan di setiap hal, bisa menjadi orang yang
sangat spontan saat bersama X. Rasanya mencintai X itu menyegarkan, dan membuat
saya jadi kecanduan. Dan, ya, perasaan saya terhadap X pun sudah sampai level “cinta”.
Dua orang pria yang tadi saya
bahas adalah dua pria yang mendapat kehormatan tertinggi di hati saya, karena
hanya mereka lah yang sampai saat saya menulis ini, yang bisa mencapai level “cinta”.
Dan lucunya, setelah saya menjomblo lagi ± 4 bulan belakangan ini, mereka
berdua lah yang hadir kembali ke kehidupan saya, dengan caranya masing-masing.
Z hadir saat saya baru saja
putus dengan pacar terakhir saya. Dia ada disana saat saya butuh seseorang yang
mau mendengarkan. Dia ada disana saat saya meneteskan beberapa airmata. Z
seperti penghibur, pengobat luka, pendengar yang tulus bagi saya. Dengan hanya
duduk disamping saya dan tersenyum, ia mampu membuat saya menumpahkan segala
emosi yang terpendam beberapa tahun.
X hadir beberapa waktu yang
lalu. Selama ± 2 minggu kami kembali berhubungan intens dan melepas rindu. Dia
seperti sebuah liburan untuk saya. Ya, selama 2 minggu saya merasa sedang
liburan. Karena bersama X saya bisa bersenang-senang, melakukan hal-hal yang
spontan, tertawa, cerita panjang lebar, saling memperhatikan satu sama lain
setiap hari, dan lainnya. Mungkin rasanya seperti kembali memiliki pacar selama
2 minggu. Namun sama seperti konsep liburan yang sebenarnya, pertemuan kami
hanya dirancang untuk beberapa waktu yang singkat, karena kami sama-sama harus
kembali ke dunia nyata. Dimana realita menunggu kami kembali untuk menapak ke
bumi.
Tapi saat ini, saya merasa bahwa
Tuhan sudah merancang ini semua. Entah kenapa, saya merasa Tuhan mengirim
mereka kembali ke hidup saya bukan untuk benar-benar kembali, tetapi untuk
menyelesaikan segala unfinished business
yang masih ada di antara kami. Mungkin Tuhan mau saya benar-benar menyelesaikan
semua yang masih mengganjal di hati saya, sebelum akhirnya Ia memberikan
seorang pria-masa-depan untuk saya.
Memang rasanya sulit untuk
berhadapan kembali dengan Z dan X, karena dulu saya pernah sangat mencintai
mereka. Dan saya yakin, apa yang saya miliki dengan mereka ini timeless. Rasa itu mungkin tetap ada,
dan akan selalu ada. Hanya saja, rasa untuk mereka akan punya lacinya
masing-masing di hati saya, dan mereka akan tetap berdiam disitu karena
kuncinya sudah saya simpan di otak saya.
Saat ini, saya berharap saya
sudah bisa mulai melakukan filing,
mulai memasukkan rasa itu ke dalam lacinya masing-masing, dan segera memberikan
kuncinya kepada sang otak. Saya yakin, saya sudah mulai melakukan tahap itu.
Mari membantu saya dengan sama-sama berdoa, proses filing-nya bisa berjalan dengan lancar dan rapi. J
Good night, good people!