Thursday, July 10, 2014

The Fault in Our Stars: Waktu, Cinta, dan Ungkapan

Sudah lama gue tidak merasa tersentuh oleh sebuah film. The Fault in Our Stars (TFiOS) mungkin salah satu dari beberapa film yang pernah menyentuh hati gue (dan sukses membuat gue meneteskan sedikit air mata di bioskop). Sejujurnya, jarang banget ada film yang bisa membuat gue menangis saat nonton, sebelumnya baru Marley&Me, Hachiko, dan Toy Story 3. Ya, semuanya bukan film tentang manusia. Dua film tentang anjing, satu film tentang mainan. Lucu sih, karena gue merasa jarang banget ada film tentang manusia yang bisa menyampaikan perasaan dan membawa perasaan penonton terhanyut.

Tapi TFiOS agak berbeda. Walaupun rasa terharu gue saat menonton nggak seheboh saat gue menonton Marley&Me dan Hachiko, tapi, ya, gue terharu. Kenapa? Gue mencoba untuk menganalisis dan mengambil makna sedikit. Buat gue, TFiOS mengajarkan tentang tiga hal, yaitu bagaimana kita menghargai waktu, bagaimana kita menghargai cinta, dan bagaimana kita belajar untuk selalu mengungkapkan cinta di waktu hidup kita yang terbatas.

Jujur, gue merasa Hazel dan Gus (dua tokoh utama di TFiOS) adalah orang yang beruntung. Ya, mereka memang sama-sama menderita kanker stadium lanjut, dan sama-sama tahu bahwa waktu mereka mungkin nggak banyak lagi. Tapi justru itu yang membuat mereka beruntung, nggak semua manusia bisa mengetahui seberapa lama lagi waktu mereka di dunia ini, dan kadang itu membuat kita, manusia, jadi kurang menghargai hal-hal kecil di sekitar kita. Cinta, salah satunya. Hazel dan Gus beruntung, mereka tahu bahwa waktu mereka mungkin tidak banyak lagi, sehingga mereka benar-benar menggunakan setiap saat untuk mengungkapkan rasa cinta mereka, untuk satu sama lain, untuk keluarga, dan untuk teman-teman mereka.

Kadang kita merasa cinta tidak perlu diungkapkan. Kadang kita berpikir, "ah, pacar/suami/istri/keluarga/teman gue pasti tau lah kalo gue sayang sama mereka." atau kadang kita juga mungkin berpikir, "ah, nanti aja lah gue bilang kalo gue sayang sama dia". Tapi, pernah nggak kita berpikir, jangan-jangan kita nggak punya 'nanti'. Well, we never know when exactly we will leave this world. But, we will. That's obvious.

Lalu jika kita, yang tidak seberuntung Hazel dan Gus, yang mungkin bisa memperkirakan kapan akan meninggalkan dunia ini, nggak pernah menyampaikan perasaan kita ke orang yang kita sayang, akankah kita menyesal jika semua sudah terlambat? Mungkin bukan kita yang 'pergi' duluan, mungkin saja orang yang kita sayang yang lebih dulu pergi. Akan kah kita menyesal?

Memang, tindakan dan perbuatan lebih penting dari kata-kata 'i love you' atau 'aku sayang kamu'. Tapi, bukan berarti kata-kata itu nggak penting kan?

So, i believe a little "I love you" won't waste your time.
Okay? Okay.. :)


I love you..
'Fa.




"There are infinite numbers between 0 and 1. There's .1 and .12 and .112. Of course, there is a bigger infinite set of numbers between 0 and 2, or between 0 and a million. Some infinities are bigger than other infinities. A writer we used to like taught us that. There are days, many of them, when i resent the size of my unbounded set I want more numbers than i'm likely to get, and God, i want more numbers for Augustus Waters than he got. But, Gus, my love, I cannot tell you how thankful i am for our little infinity. I wouldn't trade it for the world. You gave me a forever within the numbered days, and I'm grateful."  [Hazel Grace Lancaster - The Fault in Our Stars]

Tuesday, September 25, 2012

it's free..

my love for you is free,
you can enjoy it with no limit.

my love for you is free,
you can take it wherever, whenever you want.

my love for you is free,
it's available 24/7.

my love for you is free,
you can leave it and pretend that it didn't exist anytime,
and it still yours.

'Fa.

Friday, May 18, 2012

Mencintai.


Dorongan untuk menulis bisa datang dari siapa dan kapan saja. Termasuk kali ini. Sekarang jam 23:30 WIB, dan saya terdorong menulis dikarenakan membaca beberapa twit dari salah seorang teman. Ini salah satunya yang sukses membuat saya diam, mencerna, membayangkan, dan flashback ke beberapa tahun yang lalu,

“Kamu bisa melupakan rasanya begitu dicintai seseorang. Tapi kamu tidak akan pernah lupa kalau kamu pernah begitu mencintai seseorang. J - @eljez, 2012

Begitu baca twit itu, langsung ada dua nama dan dua wajah di kepala saya. Yah, dua wajah pria yang pastinya dulu pernah saya cintai di masanya masing-masing. Malam ini saya mau mencoba menuangkan apa yang saya pikirkan dan rasakan. Yah, mungkin ini salah satu bagian dari sesi melakukan terapi pada diri sendiri. Hehe.

Pria pertama, atau bisa diberi inisial Z (bosen dari A, sekali2 dari belakang), mungkin bisa dibilang cinta pertama saya, walaupun bukan pacar pertama yah. Rasanya dicintai oleh Z itu, sangat berbunga-bunga. Karena Z adalah orang yang cukup ekspresif dan melankolis, maka ± 2,5 tahun waktu pacaran kami benar-benar dipenuhi oleh kata-kata indah, manis, saling menyampaikan puisi, dan berbagai ekspresi cinta lainnya. Itu nggak terlalu penting sih. Yang penting di tulisan kali ini adalah bagaimana rasanya mencintai seorang Z.

Jujur, jika saya diminta menjelaskan bagaimana rasanya mencintai Z, mungkin hampir nggak bisa diekspresikan ke dalam kata-kata. But, let me try.. Saya cinta Z. Z adalah pria pertama yang pernah saya berikan kata-kata “Aku cinta kamu”. Oh, fyi, di kamus hidup saya, “cinta”adalah level tertinggi dalam sebuah ungkapan hati. Jadi kalau dengan pacar-pacar yang lain mungkin nggak sampai level “cinta”, tapi baru “sayang”. Kayy, back to the topic. Yah, seingat saya dulu saya cinta banget sama Z. Bahkan saya sempat percaya bahwa Z adalah dunia bagi saya. Rasanya saya bisa membayangkan masa depan saya dengan Z pada saat itu. Dan, saya pun juga cinta dengan keluarganya – bapak, ibu, dan mbak2nya. Sampai sekarang pun saya masih menganggap mereka orang yang penting dalam kehidupan saya. Dan, saya masih ingat dengan jelas, bagaimana rasanya mencintai Z. rasanya begitu meluap-luap. Sepertinya rasa-rasa kecil di hati saya berebut untuk keluar. Yah, mungkin semacam ibu-ibu yang rebutan pas lagi ada pembagian sembako.

Lanjut. Pria kedua yang terlintas di kepala saya adalah X. Sedikit latar belakang, semua yang terjadi antara saya dan X adalah kejadian yang natural dan spontan. Dulu kami teman se-angkatan di fakultas, tapi sebenarnya kami nggak pernah main bareng. Cuma kenal biasa aja. Tapi yang lucu, kedekatan kami diawali saat suatu hari kami secara kebetulan lagi sama-sama nongkrong di ruang senat fakultas. Nggak ada yang spesial sih, cuma ngobrol dan bercanda2 antar teman. Ternyata obrolan itu yang membuka pintu chemistry kami masing-masing. Entah kenapa, rasanya seperti sudah akrab sejak lama. Rasanya dicintai oleh X itu nyaman. Ya, X adalah sosok pria yang genuine – apa adanya, tulus, nggak romantis, tapi sangat care dan peduli dengan saya. Dia bisa dengan tepat mengetahui bagaimana kondisi dan perasaan saya, tanpa saya mengatakan apa-apa. Walaupun dengan masa pacaran kami yang sangat singkat, ± 1 bulan saja, tapi ternyata kualitas hubungan kami cukup dalam di hati saya.

Rasanya mencintai X itu nyaman, natural, spontan, dan jujur. Di depan X lah saya bisa dengan leluasa menyampaikan apa yang saya rasakan. Ketika saya mencintai X, saya bisa jujur dengan diri saya dan dirinya mengenai apa yang saya rasakan. Dan saya, yang notabene agak ‘gila’ soal perencanaan di setiap hal, bisa menjadi orang yang sangat spontan saat bersama X. Rasanya mencintai X itu menyegarkan, dan membuat saya jadi kecanduan. Dan, ya, perasaan saya terhadap X pun sudah sampai level “cinta”.

Dua orang pria yang tadi saya bahas adalah dua pria yang mendapat kehormatan tertinggi di hati saya, karena hanya mereka lah yang sampai saat saya menulis ini, yang bisa mencapai level “cinta”. Dan lucunya, setelah saya menjomblo lagi ± 4 bulan belakangan ini, mereka berdua lah yang hadir kembali ke kehidupan saya, dengan caranya masing-masing.

Z hadir saat saya baru saja putus dengan pacar terakhir saya. Dia ada disana saat saya butuh seseorang yang mau mendengarkan. Dia ada disana saat saya meneteskan beberapa airmata. Z seperti penghibur, pengobat luka, pendengar yang tulus bagi saya. Dengan hanya duduk disamping saya dan tersenyum, ia mampu membuat saya menumpahkan segala emosi yang terpendam beberapa tahun.
X hadir beberapa waktu yang lalu. Selama ± 2 minggu kami kembali berhubungan intens dan melepas rindu. Dia seperti sebuah liburan untuk saya. Ya, selama 2 minggu saya merasa sedang liburan. Karena bersama X saya bisa bersenang-senang, melakukan hal-hal yang spontan, tertawa, cerita panjang lebar, saling memperhatikan satu sama lain setiap hari, dan lainnya. Mungkin rasanya seperti kembali memiliki pacar selama 2 minggu. Namun sama seperti konsep liburan yang sebenarnya, pertemuan kami hanya dirancang untuk beberapa waktu yang singkat, karena kami sama-sama harus kembali ke dunia nyata. Dimana realita menunggu kami kembali untuk menapak ke bumi.

Tapi saat ini, saya merasa bahwa Tuhan sudah merancang ini semua. Entah kenapa, saya merasa Tuhan mengirim mereka kembali ke hidup saya bukan untuk benar-benar kembali, tetapi untuk menyelesaikan segala unfinished business yang masih ada di antara kami. Mungkin Tuhan mau saya benar-benar menyelesaikan semua yang masih mengganjal di hati saya, sebelum akhirnya Ia memberikan seorang pria-masa-depan untuk saya.

Memang rasanya sulit untuk berhadapan kembali dengan Z dan X, karena dulu saya pernah sangat mencintai mereka. Dan saya yakin, apa yang saya miliki dengan mereka ini timeless. Rasa itu mungkin tetap ada, dan akan selalu ada. Hanya saja, rasa untuk mereka akan punya lacinya masing-masing di hati saya, dan mereka akan tetap berdiam disitu karena kuncinya sudah saya simpan di otak saya.

Saat ini, saya berharap saya sudah bisa mulai melakukan filing, mulai memasukkan rasa itu ke dalam lacinya masing-masing, dan segera memberikan kuncinya kepada sang otak. Saya yakin, saya sudah mulai melakukan tahap itu. Mari membantu saya dengan sama-sama berdoa, proses filing-nya bisa berjalan dengan lancar dan rapi. J


Good night, good people!

Sunday, April 01, 2012

"He's the one" ... searching ... processing ...

Straight to the point. Saya jomblo. Dan sebagai seorang wanita dewasa yang telah 26 tahun bernafas di dunia ini, saya pun sama dengan mayoritas wanita lainnya, ingin menikah dan membentuk sebuah keluarga.

Memang, setiap orang memiliki 'jatah'nya masing-masing. Jatah yang menuliskan, berapa kali ia akan menjalin hubungan dengan lawan jenis sampai menemukan "The one", kapan ia akan menemukan si "The one", dan bagaimana cara ia bertemu dengan "The one"-nya. Tetapi, sebagai seorang manusia dewasa, tentunya saya memiliki harapan dan target tersendiri di dalam hidup. Dan untuk mencapai harapan dan target tersebut, saya harus tetap terus berusaha dan berdoa pada Big Boss up there, memohon dan memohon.

Sekarang saya ingin menuliskan ulang sebuah doa, yang menurut saya sangat indah dan dalam. Dan sepertinya, semua harapan saya sudah terangkum dalam doa ini. Sebagai informasi, saya mendapatkan doa indah ini dari display picture Blackberry Messenger milik seorang teman.




Woman's Pray
Lord, I pray for a man that will be a part of my life.
A man that really loves You more than everything.
A man that lives not for himself but for You.
He must know for whom and what he lives, so his life isn't useless.
Someone that has a wise heart not only a smart brain.
A man that not only adores me, but can warn me when I'm wrong.
A man that can be my best friend.
A man that makes me feel like a woman when I'm beside him.
I don't ask for a perfect man but I ask for an imperfect man.
A man that needs my support, my love, my prayer for his life.
Give me Your hands, so I always be able to pray for him.
Give me Your eyes, so I can see good things in him and not the bad one.
Give me Your mouth that is filled with Your words of wisdom, so I can support him.
And I want that finally both of us can say,
"How great Thou Art!"
Amen.

Monday, January 30, 2012

Dear, you...

Dear, you...
Hari ini kita bertemu. Kamu menawarkan telingamu untuk kutumpahi dengan bertumpuk kata dan beberapa gelas airmata. Dan kamu tetap duduk di sana, di depanku, dengan membawa telinga dan senyum.

Dear, you...
Aku tak tahu, dorongan apa yang membuatku ingin mengadu padamu. Yang aku tahu, nyaman itu kamu. Mungkin juga sedikit rindu.

Dear, you...
Kadang aku berpikir, mengapa hatiku selalu mencarimu? Kuminta pada Tuhan sosok selain kamu, tetapi cuma kamu yang selalu mendatangi mimpiku.

Dear, you...
Aku sungguh tak tahu, Tuhan sedang menulis apa. Kadang aku berharap kamu adalah selamanya. Walau kadang aku pun berpikir mungkin bukan, kamu adalah persinggahan sementara.

Dear, you…
Saat ini aku (dan mungkin juga kamu) sibuk mengulik isi kepala dan hati. Mencoba mencari, masih adakah secuil ‘kita’ disana. Atau hanya tinggal cerita?

Dear, you…
Jika ‘kita’ ternyata sirna, mungkin memang begitu adanya. Aku cuma ingin kamu tetap nyamanku; dan aku nyamanmu. Walau aku-kamu akan menemukan ‘kita’ lain untuk selamanya.

Dear, you…
Kali ini aku mau menempelkan cinta di hatimu. Cinta yang masih tetap sama. Mungkin untuk terakhir, atau bukan. Kuserahkan kuncinya pada Tuhan. Aku percaya Dia baik.



Jan 29th, 2012
10.54 PM

Wednesday, January 18, 2012

Byur!

Helloww yelloooww.....

Kalo ngeliat tanggal postingan sebelum ini, jujur gw malu euy sama si blog. Hampir 3 taun ditinggalin. Kalo dia pacar, pasti udah dari dulu-dulu deh gw diputusin. Hahaha..


Anyway, berhubung udah 3 taun gw nggak nulis, sepertinya tulisan gw akan mengalami banyak perubahan. Semoga lebih dewasa. :)


kemon kita mulai!

Nggak ada yang terlalu spesial sih dari hidup gw belakangan ini. Cuma masalah biasa yang dialami sama anak muda ajaa. Yeah, putus cinta.

Putus cinta yang gw alami kali ini agak complicated sih sepertinya. Mungkin nggak perlu dijelasin secara detail. Yaah, intinya sih karena tidak memiliki kesamaan visi kayaknya. Hehe. Dengan sangat menyesal, hubungan selama 2 tahun 5 bulan yang gw miliki bersama si mantan sepertinya sudah tidak bisa dilanjutkan lagi. Yaah, mencoba berpikir lebih clear aja sih untuk melihat target masa depan.


Entah kenapa, sepertinya doa gw dikabulkan oleh Tuhan. Beberapa bulan terakhir, setiap kali gw berdoa di gereja, atau tiap hari, permohonan gw cuma satu : minta ditunjukkan ke arah mana gw harus melangkah dan membawa masa depan gw. Apakah sudah benar dengan orang ini atau ada orang lain yang akan menjadi 'masa depan' gw. Gw pun juga berdoa supaya siapapun 'masa depan' gw, Tuhan menunjukkan dan membuka jalannya di depan mata gw. Thank God, itu pun dikabulkan.


Proses untuk sampai keputusan mengakhiri hubungan kemarin ini pun, gw seperti ditunjukkan pertanda-pertandanya oleh Tuhan sejak beberapa minggu sebelumnya. Dan gw pun merasa sudah dipersiapkan saat akhirnya gw harus memutuskan untuk mengakhiri hubungan itu. God is Good. Nggak sampai disitu, ternyata setelah putus pun, gw tidak dibiarkan menderita oleh-Nya. Dia mengirimkan banyak malaikat untuk menjadi sahabat gw. Ya, mereka sahabat-sahabat gw, yang begitu tahu kalau gw putus langsung hadir buat gw, nggak membiarkan gw sedih dan sendirian. Thank God.


Walaupun baru seminggu berlalu dari kejadian itu, saat ini gw merasa sangat tenang dan happy, karena mereka selalu ada di sekitar gw. Dan rasanya benar-benar lega, semua beban terangkat. Saat ini pun gw sangat optimis untuk melihat masa depan. Rasanya udah bukan waktunya gw untuk pacaran main-main. Gw mau cari calon suami! =P


Terakhir, gw pun dengan senyum bisa nyanyi sebuah lagu yang biasanya dinyanyiin saat gw ngajar Sekolah Minggu :

"Yesus angkat bebanku dan buang ke laut.. Byur! Buang ke laut.. Byur! Buang ke laut.. BYUR!" :)